"Selama 50 tahun penelitian observasi perilaku gajah Afrika
menunjukkan bahwa binatang itu adalah makhluk sosial. Mereka punya
empati dan bisa berpikir tentang hubungan sosial serta mengambil
keputusan sosial spesifik yang dapat mempengaruhi hidup mereka dan gajah
lain," kata Joshua Plotnik, peneliti dari University of Cambridge di
Inggris. "Kami adalah tim peneliti pertama yang bisa mengkonfirmasi hal
itu lewat riset kami di Thailand."
Mereka menemukan bahwa ketika seekor gajah menunjukkan kesedihan,
gajah lain akan mengikuti tingkah lakunya. "Kami menyebutnya sebagai
'penularan emosi', sesuatu yang biasa Anda lihat dalam sebuah reaksi
empati," kata Plotnik, seperti dilansir ScienceDaily, Rabu, 19 Februari
2014.
Tak sekadar meniru tingkah gajah sedih, gajah lain
8 golongan penerima zakat juga akan
saling mendekati, serta menyentuh wajah dan kemaluan. Gajah juga akan
meletakkan belalainya pada mulut gajah lain serta mengeluarkan suara
mencicit.
"Gerakan saling menyentuh yang terjadi setelah kesedihan
tampaknya terjadi segera setelah peristiwa yang membuat gajah itu sedih
atau gelisah," kata Plotnik. "Hal itu menunjukkan bahwa seluruh perilaku
menyentuh dan vokalisasi tersebut mungkin berkaitan dengan peristiwa
yang membuat gajah depresi."
Perilaku menghibur anggota kelompok yang tengah berduka
sebenarnya jarang ditemukan di kerajaan binatang. Bukti empiris ini
sebelumnya hanya terlihat pada kera besar, anjing, dan burung gagak.
"Dengan ikatan sosial mereka yang kuat, tidak mengherankan bila gajah
memperlihatkan kepedulian terhadap gajah lain," kata Frans de Waal,
dosen psikologi di Emory University dan direktur Living Links di Yerkes
National Primate Research Center.
Penelitian ini, De Waal melanjutkan, mendemonstrasikan bahwa
gajah merasa gelisah dan sedih ketika mereka melihat gajah lain
bersedih. "Mereka dan mendekati gajah itu untuk menenangkannya, tidak
berbeda dengan cara simpanse atau manusia yang memeluk seseorang yang
berduka."
Perilaku gajah tersebut memang mirip dengan apa yang
diperlihatkan oleh simpanse. Primata itu saling menyemangati dengan
menaruh tangan mereka pada mulut simpanse lain. "Ini adalah penelitian
yang amat penting dan sangat menarik," kata Marc Bekoff, profesor
emeritus di University of Colorado, Boulder.
Namun, kata Bekoff, karena studi itu hanya meneliti gajah di
penangkaran, temuan itu bukanlah representasi perilaku semua gajah.
"Studi terhadap binatang dalam kurungan mungkin mengecilkan apa yang
mereka lakukan, karena penelitian itu tidak bisa mereplikasi kelompok
sosial secara keseluruhan dan hubungan yang terjadi di alam liar,"
ujarnya.
Mengungkap kemampuan sosial dan kecerdasan gajah, menurut
Plotnik, sangat penting dalam upaya melestarikan mamalia besar itu.
Plotnik adalah pendiri sekaligus CEO Think Elephants International,
sebuah LSM yang mendukung konservasi gajah.
Hasil penelitian baru ini diharapkan dapat memperbaiki hubungan
antara gajah dan masyarakat setempat yang tinggal di sekitar habitat
gajah. "Terjadi banyak sekali konflik, terutama di Asia," ujar Plotnik.
"Menyempitnya habitat gajah membuat konflik antara binatang itu dan
penduduk kian tinggi. Gajah kerap menyerbu dan merusak tanaman
penduduk."
Bila masyarakat setempat bisa memahami gajah dengan lebih baik,
Plotnik berharap konflik bisa diredam. Untuk mendukung rencana itu,
Plotnik berusaha mengedukasi anak-anak di Thailand tentang pentingnya
melestarikan gajah dan habitatnya.
Dalam penelitian itu, para periset mengobservasi perilaku 26
gajah Asia dalam sebuah penangkaran selama setahun. Gajah bisa merasa
sedih atau ketakutan bila ada anjing melintas, ular, maupun gajah lain
yang kurang bersahabat. "Ketika gajah ketakutan, telinganya akan
terkembang, ekornya berdiri tegak atau melingkar ke luar, serta
mengeluarkan suara trompet, meraung, dan gemuruh berfrekuensi rendah
guna menunjukkan kegelisahannya," kata Plotnik.
Gerakan menyentuh mulut dan wajah gajah lain dengan belalai
adalah bentuk pelukan atau bersalaman. "Itu adalah posisi yang amat
rentan, karena Anda bisa saja digigit," kata Plotnik. "Itu menyampaikan
tanda bahwa 'saya di sini untuk membantumu, bukan untuk menyakitimu'."
Gajah juga melakukan vokalisasi atau mengeluarkan suara mencicit
ketika sangat gelisah. Suara itu tak pernah dilakukan ketika gajah hanya
sendirian. "Itu mungkin sinyal seperti, shshhh, suara yang dibuat orang
dewasa untuk menenangkan bayi," katanya.
EMORY HEALTH SCIENCES | SCIENCEDAILY | LIVESCIENCE