SPREISHOP - Poltak menilai rencana pemerintah untuk melarang ekspor bahan tambang
mulai 12 Januari 2014 sebagai sebuah pelanggaran undang-undang. Meski
melontarkan penolakan, Poltak mengatakan Apemindo tidak berupaya melawan
rencana hilirisasi atau meningkatkan nilai tambah bahan tambang di
dalam negeri. Pengusaha hanya meminta insentif berupa kelonggaran untuk
mengekspor hasil tambangnya sebelum smelter selesai dibangun.
Para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), kata Poltak, telah
meminta dispensasi penerapan aturan ini selama delapan tahun setelah
diterbitkan. Namun pemerintah hanya memberi tenggat selama lima tahun.
"Padahal meminta tenggang ekspor agar hasilnya bisa diputar di dalam
negeri untuk membangun smelter," tuturnya.
Poltak pun mengatakan pelarangan ekspor bijih mineral akan
membuat defisit perdagangan Indonesia melonjak. Sebab, Indonesia
kehilangan nilai ekspor sebesar US$ 5 miliar (Rp 59,5 triliun) per
tahun. Untuk tahun ini, Poltak memperkirakan defisit perdagangan akan
membengkak dari US$ 9,7 miliar (Rp 115,5 triliun) menjadi US$ 14,7
miliar (Rp 175,1 triliun) dalam empat triwulan terakhir. "Estimasi ini
telah memperhitungkan potensi kenaikan impor dari pengembangan industri
hilir."
Wakil Ketua Apemindo, Agus Suhartono, mengatakan, sebelum
mengajukan judicial review, pengusaha akan bertemu dengan Komisi Energi
Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 20 Desember mendatang. Dalam
pertemuan tersebut, kata Agus, pengusaha meminta penjelasan mengenai
persetujuan DPR tentang pelarangan ekspor mineral mentah.
Dalam diskusi Senin lalu, Wakil Direktur Reforminer Institute,
Komaidi Notonegoro, mendesak pemerintah untuk menjadi pembeli siaga
(standby buyer) untuk bijih mineral mentah sebelum memberlakukan
pelarangan ekspor komoditas tersebut. Menurut Komaidi, kebijakan ini
akan mengurangi dampak negatif pelarangan ekspor selama pembangunan
smelter selesai.
Rencana pelarangan ekspor mineral pun memunculkan kekhawatiran.
Komaidi mengatakan larangan ini pada akhirnya bisa menyebabkan
rasionalisasi pekerja tambang lantaran produksi mineral tidak terserap.
Sebab, hingga kini lebih dari separuh bijih mineral asal Indonesia masih
diekspor dalam bentuk mentah, lantaran tidak banyak smelter yang bisa
mengolahnya. Jika pelarangan ekspor berlaku, serapan produksi tambang
bakal semakin rendah.
Namun Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Susilo
Siswoutomo, mengatakan bahwa pemerintah tetap memberlakukan pelarangan
ekspor bijih mineral. Aturan ini, menurut Susilo, akan berlangsung
seterusnya dan dilaksanakan oleh pelaku industri tambang di Indonesia.
"Perusahaan seperti Freeport dan Newmont juga wajib melaksanakan aturan
ini," kata dia.
Data Kementerian Energi menyebutkan, hingga 25 November lalu,
perkembangan pembangunan 23 smelter mineral sudah di atas 80 persen atau
memasuki tahap commissioning. Dari seluruh smelter yang akan dibangun,
19 smelter didirikan untuk mengolah bahan tambang nonlogam, dan sisanya
untuk mineral logam. Secara keseluruhan, pemerintah sudah mencatat
rencana pembangunan 112 smelter. Dari jumlah tersebut, 84 belum memasuki
tahap studi kelayakan, dan 28 lainnya sudah melaksanakan studi
kelayakan atau memiliki perkembangan
0-5 persen.
Title : Pengusaha Ajukan Uji Materi Beleid Minerba
Description : SPREISHOP - Poltak menilai rencana pemerintah untuk melarang ekspor bahan tambang mulai 12 Januari 2014 sebagai sebuah pelanggaran undang-u...